Mengapa Wanita Lebih Susah Menurunkan Berat Badan Dibanding Pria

Walau sudah mengurangi asupan kalori, membatasi gula, berolahraga rutin, dan menjalankan kiat sehat lainnya, bagi seorang wanita menurunkan berat badan tak semudah yang dibayangkan.

Sebaliknya dengan kaum adam, mereka cukup melakukan separuh dari upaya yang dilakukan lawan jenisnya, tapi hasilnya lebih cepat terlihat.

Memang ada sebagian pria yang harus berjuang lebih keras untuk menurunkan berat badan, tapi secara umum para pria lebih beruntung.

Dalam penelitian di tahun 2014, pria dan wanita gemuk diminta melakukan empat pola makan yang berbeda. Setelah dua bulan, tak peduli jenis dietnya, para pria berhasil mencapai penurunan berat badan signifikan dibanding para wanita.

Ketidakadilan itu sebenarnya dipicu oleh faktor biologis. Pertama, pria memang secara fisik lebih besar, dengan otot yang lebih banyak. Itu berarti mereka memiliki metabolisme lebih cepat.

“Pria butuh lebih banyak kalori untuk menjaga berat badannya. Karenanya, jika mereka mengurangi asupan kalori, bahkan sedikit, mereka lebih mudah mencapai defisit kalori dan turun berat badan,” kata Jessica A.Cunane, ahli diet olahraga tersertifikasi.

Yang kedua, pria dan wanita memiliki kadar hormonal yang sangat berbeda. Para wanita memiliki hormon testosteron 15-20 persen lebih sedikit. Padahal, hormon ini memicu pembakaran lemak dan pembentuk otot.

Penelitian tahun 2016 oleh Universitas Yale juga menunjukkan, wanita memiliki kadar estrogen dan progesteron lebih tinggi yang berkontribusi pada nafsu ngemil.

Setelah masa subur, kadar estrogen wanita akan turun dan progesteron meningkat. Jadi, di antara waktu ovulasi dan menstruasi, wanita mengonsumsi sekitar 238 kalori lebih banyak setiap hari. Kelebihan kalori itu bisa menghasilkan penambahan berat badan sekitar 4,5 – 9 kilogram pertahun.

Kadar hormon tiroid, yang mengatur berat badan dan metabolisme, juga sangat berbeda di antara pria dan wanita.

“Gangguan hormon tiroid juga lebih sering dialami wanita. Risiko mengalami kadar tiroid yang rendah terjadi pada masa kehamilan, setelah melahirkan, dan sekitar masa menopause,” kata Brunilda Naziro, dokter penyakit dalam spesialis hormon.

sumber : kompas

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.